RetroNix Clock

Jumat, 08 Mei 2009

puisi

Ketika Rintik Menabuh Gendang Tanah

Pagi tak bisa kaukutuk sunyi
ketika rintik menabuh gendang tanah
basah berkeciprat tanpa henti
sehingga menghanyutkan segala mimpi pada matahari

Jangan kau selimuti bisu dengan amarahmu
karena hujan telah menyuarakan deras hingga ke sudut lamun
dan sekarung sajak ketakutan telah jadi pesta srigala-srigala fajar

Jadi, Percuma sadarmu kau bungkam dengan dangdut atau ska
Karena ia akan mandi dan bergegas menulis puisi



---------

Kupikir Kau Menyusui Bulan

Kupikir kau telah menyusui bulan
yang sedari tadi merengek-rengek pada malam
sambil mencambukkan temaram pada traffict light dan halte tua
ketika seluruh kota membisu dalam kegelapan yang menjelaga

nyatanya kau sibuk menyeret-nyeret gerbong-gerbong susu
menuju lingkaran payudara yang menghujamkan puting didadamu

lalu apa yang membikin bulan nyenyak dalam pendar?
seorang laki-laki tua memilin kota menjadi penis berwajah boneka


---------

Tentang Puisi

Sudah lama puisi-puisi hidup dalam penjara
berharap kata-kata akan datang membawa gergaji
memutuskan rantai dan jeruji besi keterasingan yang
menjadikan puisi hanya sekedar sabun cuci

tapi mengapa katakata selalu saja membawa kado dengan pita merahmuda
untuk para petugas penjaga?

Sementara aku hanya penyair yang selalu saja kehabisan titik dan koma
Bahkan sebelum tiba di pintu gerbang tandabaca.

Haruskah puisi mati bunuh diri?


-----------

Maka Akulah Doa

Maka akulah doa yang terpahat dari batu terkutuk.
Malam jatuh pada suara mantraku
Lalu tumbuh dusundusun tanpa penghuni ketika bulan memilih sabit
Dan kalelawar membangun sarang di gedung pencakar langit


Kudendangkan lagi koor gereja tua
Seperti Isa yang terombang ambing angin diatas tiang bendera
Sayupsayup terdengar suara sangkakala
Dan kematian pun hinggap diujung senyum

Maka aku pun bersiap dibaca ribuan jiwa
hingga tiba di perisitirahatan terakhir
lalu menjelma menjadi bunga hitam di batu nisan

maka akulah doa. Kau percaya?


-------

Diam-Diam kau catat Kesunyianmu

Diam-diam kau catat kesunyianmu
Di ujung senja Pantai itu

tak ada lagi kenangan yang tercecer
butiran pasir telah menyimpan jejakmu
pada kantong matahari yang menggantung di retinamu

”mungkin aku bintang jatuh
Yang ingin hidup dalam 1000 harapan,” bisikmu
Mengadop sebait puisi

Diam-diam kau baca lagi kesunyianmu
Hingga kita lupa menghitung hari

Tidak ada komentar:

Posting Komentar